img

SEKOLAH LINTAS IMAN ANGKATAN KE 12: AGAMA DAN PANDEMI COVID-19

SEKOLAH LINTAS IMAN (SLI) ke-12

Kuliah: Dialog dalam Aksi

TEMA : AGAMA DAN PANDEMI COVID -19

“Peran Orang Muda Lintas-Iman dalam Menumbuhkan kembali Paradigma

dan Praktek Beragama yang Menekankan Nilai-nilai Kehidupan”

Kerjasama:

Institut Dialog Antar-iman di Indonesia/Interfidei

Fakultas Teologia Universitas Kristen Duta Wacana

Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, Februari – Mei 2021

(13 Februari – 22 Mei 2021)

 

Konteks Topik Perkuliahan


Pengalaman kehidupan selama melewati masa pandemi Covid-19, seluruh umat manusia merasakan dampaknya tidak hanya pada kondisi pelayanan kesehatan secara umum, tetapi juga memukul telak bidang ekonomi, pendidikan, sosial bahkan keagamaan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia yang merupakan rumah bersama bagi beragam etnis, suku, agama, dan latar belakang sosial menghadapi pandemi ini secara beragam. Beragam kebijakan dikeluarkan oleh negara untuk memperlambat penyebaran virus, misalnya, semua orang didorong memakai masker, menyediakan tempat dan rajin cuci tangan di tempat tinggal, kantor, rumah ibadah, pasar, sekolah-sekolah, kampus, dan di semua tempat serta semua orang dianjurkan membawa hand sanitizer ketika bepergian.

Pada awal-awal terjadinya pandemi, di tingkat lokal pemerintah menutup jalan-jalan dan memberlakukan pembatasan sosial. Sudah sempat dibuka kembali dan lalu lintas dirasakan mulai berjalan normal, tetapi justru karena hal itu, terjadi lagi situasi pandemi yang semakin memburuk bahkan lebih buruk dari bulan-bulan pertama. Lembaga-lembaga pendidikan, juga kegiatan-kegiatan keagamaan baik di rumah-rumah ibadah maupun di rumah-rumah keluarga, bahkan di tempat-tempat umum masih harus dilakukan secara daring (online).

Sungguh, semuanya dijalani dengan tidak mudah, bukan karena tidak biasanya seperti itu, tetapi membongkar nyaris seluruh kebiasaan dan paradigma berpikir, bahkan cara menghayati dan memaknai apa dan bagaimana pola dan praktek hidup beragama sesungguhnya. Statistik penularan dan kematian akibat pandemi ini kian hari makin naik. Tidak satupun pihak benar-benar siap menghadapi pandemi Covid-19. Para penganut agama gamang/bingung menghadapi Covid-19. Ketegangan iman dan ilmu sempat mewarnai awal-awal hadirnya pandemi. Beberapa kelompok keagamaan menentang ditiadakannya ibadah kolektif seperi Sholat Jum’at di Masjid, Misa dan ibadah di Gereja, dan di rumah-rumah warga jemaat/umat, Sembahyang di Pura dan di Vihara atau di Klenteng, di rumah-rumah do’a dari aliran keagaman apa pun. Beberapa kelompok lain mencoba membangun narasi bahwa pandemi ini merupakan konspirasi. Per 07 Januari 2021 kasus kematian di tingkat global mencapai 1,883,914 orang. Sementara di Indonesia mencapai angka 23,296 orang. Tentu ini bukanlah suatu konspirasi, bagaimana mungkin ada orang atau sekelompok orang dimana pun di dunia ini bersepakat untuk menciptakan kegaduhan dengan akumulasi grafik kematian semacam ini? 

Dari banyak data, baik secara internasional maupun nasional dan local di Indonesia, Rumah Sakit-Rumah Sakit penuh, bahkan harus menambah dengan gedung-gedung ekstra termasuk beberapa hotel, pusat olah raga, dan lain-lain. Tenaga medis, mulai dari dokter, perawat, staf RS, bahkan sampai mereka yang bekerja siang-malam sebagai sopir ambulance dan penggali kubur semakin kewalahan, bahkan banyak yang sudah menjadi korban, meninggal.

Pandemi Covid-19 mendorong kita untuk mempersiapkan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk beradaptasi dengan cara atau praktek beragama yang nampak baru, tetapi sesungguhnya “asli”nya, “akar”nya, “inti” atau “core”nya, the inner meaning of being religious seyogianya sama : “bagaimana menghidupkan kehidupan yang ada di globe ini secara sehat, bermartabat, berperikemanusiaan dan menghargai alam semesta dengan segala isinya.” Jadi, beragama tidak sedangkal hanya pada soal beribadah di rumah-rumah ibadah dan pada waktu-waktu tertentu saja dengan ritual ibadah yang sudah baku, tetapi sesungguhnya yang menyentuh dan menggerakan kehidupan agar dapat menghidupkan, baik sesama manusia, maupun alam semesta dan seluruh ciptaan Allah.

Jadi, beragama harus diarahkan ke sana. Artinya, tidak ada kekerasan, kebencian, diskriminasi, ketidakadilan, monopoli, dan keserakahan serta pengrusakan dalam bentuk apapun yang mematikan yang lain, baik terhadap kehidupan sesama manusia, terhadap alam dan segala mahluk ciptaan Allah”. Mengapa? Karena akar dari makna beragama adalah kehidupan yang menghidupkan, bukan merusak, meniadakan atau mematikan. Dan ini harus dilakukan bersama-sama, saling bersolidaritas, saling membantu. Juga, tidak terkecuali, antara agama dan hidup beragama tidak bisa terputus dari pemahaman yang baik serta berkorelasi dengan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, agama dan beragama tidak menjadi keadaan yang asing di tengah dinamika realitas perubahan dunia, alam semesta, dimana manusia dan semua ciptaan hidup. Penafsiran-penafsiran tentang ibadah, rumah ibadah, jama’ah atau perkumpulan, serta etika terhadap lingkungan membutuhkan pembacaan kembali. Saat ini kita diperhadapkan dengan suatu kondisi dimana ekspresi batin untuk penyembahan kepada Yang Ilahi bukan sebatas pada selebrasi kolektif yang nampak di publik sebagaimana pengalaman-pengalaman umum yang kita alami selama ini, melainkan penyembahan itu kembali ke akarnya, kembali ke dasar makna dan pemaknaan agama dan beragama itu sendiri. Penyembahan yang intim, rahasia, dan pada puncak keheningan tertinggi tentang Tuhan dalam kehidupan dan kematian yang bermartabat dan bermakna. Agama dan beragama masuk lagi ke dalam, ke akar yang paling fundamental yaitu tidak lain dari personal encounter with The Eternity, dalam kesepian; dan kesepian tertinggi dan mutlak adalah kematian/death. (Pidato Daniel Dhakidae dalam Webinar Agama Kembali ke Akarnya, 10 Juli 2020).

Perenungan yang muncul sebagai bagian dari praktek beragama yang dimaksudkan di atas adalah bagaimana kita melakukan pertobatan ekologis atas kerusakan-kerusakan alam yang terus terjadi di sekitar kita. Bumi sedang memberi kita pelajaran yang sangat berat dan keras melalui pandemi ini. Pandemi Covid-19 menjadi momen wake up call bagi semua manusia. Perlu pertobatan massal demi keadilan ekologis. Ketahanan pangan keluarga, persahabatan dengan alam, perbaikan kualitas tanah dan air, dan kesehatan lingkungan menjadi sangat penting saat ini. Beberapa peristiwa alam yang terjadi di awal tahun 2021 menunjukan kembali dengan sangat jelas akibat-akibat kerusakan alam di mana-mana yang antara lain disebabkan oleh keserakahan manusia dan egoisme manusia, baik terhadap alam, hutan, air, laut, sungai-sungai, maupun terhadap sesama manusia, di luar kepentingan dirinya, keluarganya, dan kelompoknya.

Tentu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana agama-agama, organisasi keagamaan dan para tokoh, pimpinan dan umat beragama, yang didalamnya adalah para pejabat, para pebisnis, para ahli yang memahami, melihat, mengkaji, mengkritisi dan menyikapi keadaan ini? Apakah organisasi keagamaan dan para penganutnya bersungguh-sungguh berbicara tentang merawat alam, menjadikan makhluk hidup lainnya sebagai mitra dalam peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa? Bagaimana membangun relasi yang otentik antara diri sendiri dengan orang lain, makhluk Tuhan yang lain, hewan dan tumbuhan ? Tindakan belarasa demi keadilan dan keutuhan ciptaan (kesehatan, pendidikan, lingkungan dan informasi) perlu dipertajam dan menemukan model konkretnya.

Salah satu upaya konkret yang dilakukan Interfidei, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Teologia Universitas Kristen Duta Wacana dan Fakultas Teologia Wedabakti Universitas Sanata Dharma ialah melakukan kolaborasi perkuliahan yang disebut “Dialog dalam Aksi” melalui program Sekolah Lintas Iman (SLI). Kegiatan SLI pada tahun 2021 ini memasuki angkatan ke-12. SLI merupakan wadah pembelajaran yang kritis, sekaligus praktis, interaktif dan dialogis bagi para peserta, baik secara sosial, budaya, politik, lingkungan maupun teologis. Peserta mahasiswa yang merupakan calon ustad/ustadzah, romo, pendeta, atau tokoh masyarakat/tokoh agama di dalam komunitasnya diharapkan mampu dan memiliki kapasitas untuk berperan aktif dan partisipatif dalam menyampaikan perspektif mereka, baik menurut teologi agama masing-masing, maupun tingkat kemampuan pendidikan dan pemikiran serta pengalaman untuk menganalisis, mendapatkan gambaran dan menemukan solusi dari isu-isu sosial seperti soal keberagaman, serta isu-isu sosial, politik, budaya bahkan teologi yang lebih luas khususnya belajar dari masa pandemi Covid-19 ini. Model dialog dalam aksi berdasarkan pemaknaan beragama yang mengakar pada nilai-nilai kehidupan bersama yang damai, dimana model solidaritas, kerjasama, saling menghargai di antara agama-agama (intra dan antar), termasuk agama lokal di masa pandemi ini. Kesadaran ini sangat dibutuhkan untuk mendasarkan kembali semangat gerakan sosial dan kerjasama lintas iman (apa pun agama, denominasi, aliran serta kepercayaan) untuk memperkuat kehidupan berbangsa dan bernegara di bumi Pancasila ini.

Kami meyakini bahwa orang muda seperti mahasiswa-mahasiswi peserta SLI adalah aktor strategis yang dapat diintervensi untuk membangun dialog antar agama dan keyakinan sebagaimana yang dijelaskan di atas. Perjumpaan virtual ini diharapkan mampu menjadi pijakan dalam membantu generasi-generasi muda, khususnya calon pemimpin/pemuka agama-agama untuk memahami kepelbagaian serta tantangan keagamaan di tengah situasi pandemi ini dan kelak sesudahnya untuk menemukan, mengenali, dan memahami nilai-nilai luhur agama dan beragama. 


Tujuan Kegiatan


Adapun tujuan dari kegiatan ini :

  1. Memberi ruang dan waktu kepada peserta untuk menggali pemahaman bersama mereka dalam memaknai kehidupan beragama yang berakar pada nilai-nilai kehidupan bersama, baik di antara sesama manusia maupun antara manusia dengan alam, manusia dengan Sang Pencipta.
  2. Peserta mampu memahami situasi kebhinekaan di tengah masyarakat Indonesia dan menjadikannya kekuatan bersama untuk membangun solidaritas kemanusiaan dan menciptakan alam serta bumi yang bersih dan sehat dalam menghadapi pandemi Covid-19
  3. Memberi ruang kepada peserta untuk berefleksi dan memahami dengan baik tentang potensi maupun usaha positif yang bisa diupayakan agama-agama dalam situasi pandemi Covid-19.
  4. Peserta memikirkan bersama, hal-hal apa yang perlu dikritisi dan dibangun bersama  secara positif dan dialogis kepada pihak-pihak yang tepat agar menghasilkan perbaikan dan perubahan yang baik, konstruktif dan implementatif.
  5. Mendorong peserta mengalami perjumpaan dan berdialog yang mengarah kepada perubahan kesadaran/kognitif, pengalaman dan praktek dari yang narrow minded menjadi open minded, dari yang egois kepada menjadi lebih terbuka dan bersedia bersolidaritas dengan yang lain, yang berbeda.
  6. Peserta mampu merumuskan secara konkrit-praktis sumbangan dari SLI XII kepada Negara, Pemerintah Daerah, Lembaga Keagamaan, Lembaga Pendidikan, serta lembaga-lembaga terkait dengan tema dan fokus dari SLI
  7. Peserta menyumbangkan ide dan gagasannya dalam bentuk publikasi buku, video pendek dan aksi sosial bersama tentang peran orang muda lintas iman dalam membangun solidaritas bersama selama dan setelah pandemi Covid-19 berdasarkan pengalaman perjumpaan, dialog, analisis, dan praksis-reflektif sebagai wujud dari keberhasilan mengikuti proses pembelajaran dalam mengelola dan memaknai perbedaan selama mengikuti SLI XII, agar kehidupan praksis beragama ke depan, setelah belajar dari pengalaman selama masa pandemi ini akan menjadi lebih berguna bagi kehidupan bersama.
  8. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi perubahan, baik pada masing-masing peserta maupun komunitas dan masyarakat dimana mereka berada, tentang kehidupan praksis hidup dan kehidupan beragama.

    Kurikulum


    Kurikulum kuliah “Dialog dalam Aksi” terdiri dari 10 persen orientasi lapangan, 60 persen kunjungan lapangan dan live in, serta 30 persen refleksi kritis-teologis-sosial dan dialog. Tatap muka dari perkuliahan ini akan berlangsung baik bersama dengan komunitas atau lembaga/organisasi yang menekuni isu yang sedang dibicarakan secara daring (online) maupun proses pendalaman dan eksplorasi pemikiran serta pengalaman secara kritis dan juga kreatif. Materi SLI ke-XII mencakup:

  • Peran agama-agama dan kepercayaan dalam menghadapi Covid-19
  • Memahami tentang pentingnya menghidupkan kembali praktek hidup beragama yang berakar pada esensi maknanya
  • Praktek orang muda lintas iman dalam mengelola dan memaknai perbedaan di tengah situasi pandemi Covid-19
  • Adaptasi umat beragama di tengah kondisi pandemi Covid-19
  •  Potensi positif yang dimiliki umat beragama dalam membangun sensitifitas dan solidaritas kemanusiaan
  • Kesadaran kolektif umat beragama dalam memahami situasi dan kondisi lingkungan setelah terjadinya pandemi Covid-19
  • Memahami peran Pemerintah (eksekutif, legislatif, yudikatif) serta masyarakat sipil dalam mengelola dan memaknai perbedaan di tengah pandemi Covid-19
  • Mengetahui dan mengimplementasikan peran “kita” sebagai Sekolah Lintas Iman (SLI) dalam merawat kehidupan umat beragama yang damai dan rukun serta peduli terhadap alam dan lingkungan.

    Sesi Kelas


    Bercerita tentang pengalaman berjumpa dengan yang berbeda

  1. Udar Prasangka, stereotype, truth claim
  2. Kuliah Umum : “Peran Orang Muda Lintas-Iman dalam Menumbuhkan kembali Paradigma dan Praktek Beragama yang Menekankan Nilai-nilai Kehidupan”
  3. Kunjungan ke Rumah Ibadah
  4. Kunjungan ke Lembaga Pemerintahan, Organisasi Masyarakat Sipil, dan Komunitas

Refleksi (Pada setiap selesai proses nomor 1 dan 2 selalu akan diakhiri dengan refleksi; dan pada setiap perjumpaan dan dialog, belajar bersama, akan diikuti dengan refleksi bersama) 


Pendekatan dan metode


Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan andragogis, yakni pembelajaran orang dewasa yang mengedepankan partisipasi aktif, kritis dan dialogis dari mahasiswa. Metode yang akan digunakan adalah metode diskusi (panel, kelompok, individu dan refleksi melalui permainan dan bentuk ekspresi kreatif lainnya), berbagi pengetahuan dan pengalaman, pemaparan referensi, baik referensi pengalaman, buku ataupun bentuk bacaan lain, perjumpaan dan dialog secara virtual. Di akhir kelas, para peserta mendapat tugas membuat refleksi tentang apa yang sudah diperoleh pada hari tersebut selama 10-15 menit, dan refleksi tersebut akan dipaparkan ulang minggu berikutnya, baik dalam bentuk narasi tertulis, lagu, puisi, video, lukisan atau karya kreatif lainnya.


Peserta


  1. Peserta perkuliahan berjumlah 30 orang (perempuan dan laki-laki).
  2. Delapan (8) orang dari Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
  3. Delapan (8) orang dari Fakultas Fakultas Teologia Universitas Kristen Duta Wacana
  4. Delapan (8) orang dari Fakultas Teologia Wedabakti Universitas Sanata Dharma
  5. Enam (6) orang dari Interfidei. Diprioritaskan bagi kampus dan agama lain, di luar tiga kampus di atas.
  6. Peserta merupakan mahasiswa yang sedang menempuh studi pada semester V/VII
  7. Berkomitmen mengikuti keseluruhan proses perkuliahan hingga akhir

    Dosen/Narasumber/Fasilitator Pendamping


    Dosen, narasumber dan fasilitator pendamping yang dalam perkuliahan ini :

1. A. Elga J. Sarapung (Direktur Institut DIAN/Interfidei Yogyakarta)

2. Otto Adi Yulianto (Wakil Direktur Institut DIAN/Interfidei Yogyakarta)

3. Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag, M.Hum, M.A. (Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

4. Rm. Dr. YB. Prasetyantha, MSF (Ketua Program Studi Magister Teologi, Fakultas Teologi Wedhabakti Universitas Sanata Dharma Yogyakarta) 

5. Pdt. Dr. Wahyu Nugroho, M.A. (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama, Fakultas Teologia Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta)

6. Pdt. Dr. Djoko Prasetyo Adi Wibowo, Th.M. (Ketua Program Studi Filsafat Keilahian dan Program Studi Magister Kajian Konflik dan Perdamaian, Fakultas Teologia Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta)

7. Pimpinan Agama-agama dan Kepercayaan

8. Pimpinan Lembaga Pemerintahan

9. Pimpinan Komunitas atau Organisasi Masyarakat Sipil.


Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Pertemuan akan berlangsung setiap hari Sabtu, pukul 09.00-12.00 WIB (tiga jam) dengan pengecualian pada kondisi tertentu. Total akan terdapat 12 kali tatap muka (temasuk studium generale) secara virtual melalui aplikasi zoom.


Tim Pengelola


            “Kuliah dialog dalam aksi” ini terselenggara atas kerjasama (kolektif-kolaboratif) antara Institut Dialog Antar-Iman di Indonesia/Interfidei, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Teologia Universitas Kristen Duta Wacana, dan Fakultas Teologia Wedabakti Universitas Sanata Dharma.


Biaya kuliah


Biaya kuliah Sekolah Lintas Iman ke-12 sebesar Rp 250.000 per peserta untuk 12 kali pertemuan.